Anak usia pra remaja, merupakan usia peralihan dari masa anak-anak menuju tahapan sebelum dewasa, yang biasanya berada pada rentang usia 10 sampai 14 tahun. Di usia ini anak-anak mengalami banyak perubahan, baik secara fisik maupun psikis yang dipengaruhi oleh adanya perubahan hormon di dalam tubuh mereka atau yang biasanya kita kenal dengan istilah pubertas. Masa pra remaja ditandai dengan emosi yang sangat labil atau mood mudah berubah, berkurangnya interaksi dengan orang tua, merasa malu jika dipeluk atau dicium orang tua, serta adanya keinginan untuk mendorong batasan yang selama ini telah ditetapkan oleh orang tua. Di dalam lingkungan pertemanan, mereka cenderung memiliki perasaan takut ditolak dan butuh pengakuan dari teman sebaya mereka.
Masa pra remaja adalah masa yang penting bagi anak-anak untuk dapat menyeimbangkan pertumbuhan mereka, baik secara fisik, emosional maupun spiritual dan yang memiliki peran penting dalam hal itu adalah keluarga. Cara anak usia pra remaja menghadapi masa remaja mereka hingga menjadi dewasa, akan sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi di rumah, dan kualitas pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap pengalaman remaja seseorang.
Ada beberapa pola asuh yang merusak dan dapat mempengaruhi perkembangan emosional pada anak-anak remaja (adolescence), yaitu antara lain :
Orang Tua yang Perfeksionis (The Perfectionistic Parent)
Remaja yang orang tuanya perfeksionis merasa seperti tidak pernah bisa melakukan apapun dengan benar. Keputusasaan, perasaan tidak mampu, kebencian pada diri sendiri, dan depresi adalah hal yang umum terjadi pada sebagian besar remaja dari orang tua yang perfeksionis. Hanya dengan kekuatan karakter internal yang besar atau dorongan dan dukungan dari orang lain, para remaja ini dapat bangkit kembali untuk percaya pada diri mereka sendiri.
Orang tua yang Menolak (The Rejecting Parent)
Orang tua menghindari kontak dengan anak mereka dan ketika kontak tidak dapat dihindari, biasanya kontak itu bersifat bermusuhan, merendahkan, kasar, bahkan sampai yang paling ekstrem terjadi kekerasan fisik terhadap anak. Remaja beranggapan jika orang tuanya tidak menyayanginya, maka tidak akan ada seorangpun yang akan menyayanginya. Perilaku remaja yang nakal dan antisosial merupakan cerminan dari bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri.
Orang tua yang Protektif (The Overprotective Parent)
Orang tua yang protektif bisa menjadi orang yang sangat penyayang dan bermaksud baik, mereka hanya merasa kesulitan untuk melepaskan. Namun, orang tua yang overprotective memproyeksikan rasa tidak aman mereka sendiri dengan memberikan kontrol yang terlalu besar terhadap kehidupan anak-anak mereka. Hal ini dapat membuat anak menjadi percaya bahwa mereka tidak akan pernah bisa melakukan sesuatu dengan baik dan tidak akan pernah mendapatkan persetujuan tulus dari orang lain. Tanggung jawab yang diterima dari dunia luar, dukungan teman dan pengakuan dari orang dewasa sangat diperlukan bagi anak dengan orang tua overprotective.
Orang tua yang terlalu memanjakan (The Overindulgent Parent)
Remaja yang orang tuanya terlalu memanjakan membuat mereka menjadi tidak belajar pentingnya bekerja keras dan menikmati hasil dari sebuah perjuangan. Mereka menjadi orang yang egois dan menuntut, tidak mampu bertanggung jawab, menganggap diri sebagai pusat eksistensi dan lingkungan eksternal ada untuk melayani keinginan mereka. Kemarahan dan pemberontakan adalah akibat yang tidak dapat dihindari selama masa remaja atau awal masa remaja.
Orang tua yang terlalu permisif (The Overpermissive Parent)
Seringkali mereka adalah orang tua yang bermaksud baik, mereka tidak ingin membuat anak terlalu frustasi dengan banyak aturan dan batasan, namun mereka memberikan kompensasi yang berlebihan dengan menghilangkan hampir semua aturan dan batasan. Remaja yang dibesarkan dalam sistem seperti ini biasanya tidak mengetahui aturan-aturan dalam hubungan interpersonal yang sehat seperti menghormati dan bersikap toleransi terhadap orang lain sehingga kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan teman-teman sebaya-nya.
Orang tua yang keras (The Severe Parent)
Orang tua yang keras cenderung memberikan hukuman keras kepada anak-anaknya secara fisik, bahkan sampai melukai anak-anaknya. Orang tua tipe ini bukan tidak menyayangi anak-anaknya namun mereka mempunyai masalah dalam mengendalikan emosi mereka dan biasanya disebabkan karena didikan seperti itulah yang mereka terima dimasa lalu. Untuk menghindari kerusakan psikologis dan fisik yang parah, remaja harus mendapatkan bantuan dari orang dewasa di luar rumah. Namun kondisi ini kadang menjadi sangat mengancam karena dua hal, pertama banyak orang dewasa tidak percaya apa yang dikatakan oleh remaja yang mengalami kekerasan di rumah dan yang kedua adalah remaja merasa bersalah (merasa menjadi pengkhianat) jika menceritakan apa yang dilakukan oleh orang tua mereka kepada orang lain.
Orang tua yang tidak konsisten (The Inconsistent Parent)
Orang tua yang tidak konsisten biasanya berpindah dari satu pola asuh ke pola asuh yang lainnya tanpa alasan yang logis. Remaja yang dibesarkan oleh orang tua yang tidak konsisten biasanya tidak memiliki kemampuan untuk membangun landasan moral yang kuat, perkembangan hati nurani terhambat dan menjadi manipulator yang terampil untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pola asuh seperti ini dapat membuat seorang remaja gagal menjadi teman, pasangan, dan orang tua yang bisa diandalkan kelak.
Model orang tua yang salah (The Faulty Parental Model)
Salah satu dampak terbesar yang diberikan orang tua terhadap anak mereka adalah teladan yang mereka berikan. Ketika orang tua mencontohkan perilaku kriminal atau antisosial, mereka sebenarnya sedang mengajari anak-anak mereka pentingnya perilaku yang ilegal. Remaja yang memandang dirinya berbeda dari mayoritas warga negara yang taat hukum dan taat aturan biasanya akan mencari teman yang memandang dirinya dengan cara yang sama. Mereka memandang rendah warga negara yang taat hukum. Perasaan superioritas mereka yang kuat adalah topeng yang menyembunyikan rasa sakit batin, kesepian dan ketidakberdayaan.
Orang tua yang memiliki ikatan ganda (The Double-Binding Parents)
Pengikatan ganda adalah cara yang halus dan berbahaya bagi orang tua untuk tetap mengontrol anak remajanya. Ini mengungkapkan kemarahan, kekecewaan atau kebencian yang dirasakan orang tua tentang kehidupan mereka yang mungkin ada hubungannya atau tidak ada hubungannya dengan remaja tersebut. Orang tua membuat anak merasa terjebak dalam posisi dimana tidak ada jalan bagi mereka untuk menang dan apapun yang mereka lakukan mereka tidak bisa merasa nyaman. Hal ini sangat mempengaruhi pembentukkan identitas remaja, mereka menjadi frustasi, meragukan diri sendiri, tidak mempercayai pemikiran dan perasaannya mengenai nilai diri serta tujuan.
Dengan mengenal beberapa pola asuh yang merusak diharapkan orang tua dapat merenungkan dan menilai apakah selama ini pola asuh yang diberikan kepada anak sudah merupakan pola asuh yang terbaik bagi perkembangan emosional dan spiritual anak mereka ? Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa orang tua memiliki otoritas untuk mendidik anak-anaknya.
Efesus 6:1-4 TB
Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.
Namun seringkali pada prakteknya, orang tua menggunakan otoritas mereka secara berlebihan sehingga muncul model pola asuh yang otoriter atau bahkan sebaliknya, orang tua menjadi permisif karena terlalu khawatir dapat melukai anak-anak mereka. Ada 2 model pola asuh yang sehat yang dapat diaplikasikan oleh orang tua, yaitu :
Model Pola Asuh Demokratis
Pendekatan demokratis sangat sensitif terhadap kebutuhan remaja dalam mengungkapkan perasaan, mengambil keputusan, memecahkan masalah, mengembangkan rasa percaya diri dan kemandirian, sekaligus mengajarkan nilai otoritas orang tua. Wewenang dinyatakan dengan menetapkan batasan, bukan memberikan arahan; dengan menyusun pilihan daripada menyatakan “ya” atau “tidak”; dengan mendisiplinkan melalui konsekuensi alami dan logis daripada menghukum; dan dengan memberi semangat, bukannya memuji. Penekanan besar diberikan pada komunikasi, tanggung jawab, akuntabilitas, pengajaran, kerja sama, dan mencintai serta menghargai satu sama lain secara setara.
Gaya Kepemimpinan Otoritatif (otoritas yang penuh kasih atau baik hati)
Model ini mempertahankan nilai yang sangat tinggi pada peran orang tua sebagai otoritas sekaligus meninggikan nilai anak, yaitu apa yang menjadi minat , kebutuhan , pemikiran dan perasaan anak. Penekanan dititik beratkan pada kasih sayang , dukungan dan pengasuhan anak.
Bagan di bawah ini menunjukkan perbandingan empat model pola asuh yang dapat menjadi panduan bagi orang tua dalam menentukan pola asuh yang terbaik bagi anak-anak mereka.
FAKTOR YANG DIBANDINGKAN | Otoriter | Otoritas yang baik hati (Otoritatif) | Demokratis | Permisif |
Tujuan Utama Pola Asuh | Kesesuaian eksternal dan ketaatan prilaku. | Sikap sehat yang siap menghasilkan perilaku yang dapat diterima. | Sikap dan perasaan sehat yang pada akhirnya menghasilkan perilaku positif. | Sikap dan perasaan yang sehat itulah yang menghasilkan perilaku yang dinilai baik oleh anak. |
Penggunaan Wewenang Orang Tua | Orang tua mempunyai wewenang penuh dan anak tidak punya pilihan lain. | Orang tua mempunyai wewenang penuh, beberapa di antaranya didelegasikan berdasarkan kebijaksanaan orang tua. | Orang tua dan anak berbagi wewenang dalam batasan yang ditentukan oleh orang tua. | Kewenangan orang tua hanya digunakan dalam kasus-kasus ekstrim mengenai keselamatan, penyediaan kebutuhan dasar, dll. |
Motivasi yang Utamanya Digunakan oleh Orangtua | Ketakutan, tekanan, kekuasaan, paksaan, ancaman, rasa bersalah dan imbalan. | Ketakutan, tekanan, kekuasaan, hukuman, penghargaan, pujian, dorongan, kerjasama, dan konsekuensi. | Dorongan, konsekuensi, cinta, kerjasama kelompok. | Cinta, kerjasama, janji, dorongan, pujian dan penghargaan. |
Pandangan Tentang Sifat Manusia | Pada dasarnya manusia berdosa. | Diciptakan dalam rupa Allah, namun berdosa. | Pada dasarnya baik, namun bisa berperilaku yang merusak. | Pada dasarnya baik. |
Sikap Orang Tua Terhadap Remaja | Remaja harus patuh, tidak menimbulkan masalah bagi orang dewasa dan harus dikontrol dengan ketat. | Remaja dinilai sebagai ciptaan Tuhan yang juga berdosa dan sering memberontak. Mereka harus tetap di bawah pengawasan orang tua selama diperlukan. | Remaja dihormati sebagai orang yang sederajat dan dapat dipercaya untuk berusaha berperilaku baik bagi semua orang, namun terkadang mereka masih membutuhkan bimbingan dan Batasan. | Remaja dihormati sebagai orang yang setara dan dapat dipercaya untuk bertindak dengan niat baik. |
Perilaku Remaja yang Dihasilkan | Ketaatan pasif, tindakan marah, pemberontakan terang-terangan, dan/atau penarikan diri sosial. | Kepasifan, ketaatan, kerjasama, sikap tegas, dan/atau pemberontakan. | Ketaatan, kerjasama, sikap tegas, dan/atau pemberontakan. | Tindakan marah, pemberontakan terang-terangan, dan/atau penarikan diri sosial. |
Perasaan dan emosi remaja yang muncul sebagai hasilnya | Amarah, kemarahan, frustrasi, rasa sakit hati, ketakutan, depresi, keputusasaan, rasa tidak berdaya, dan/atau perasaan terasing. | Kemarahan, ketakutan, keamanan, cinta dan harga diri. | Kemarahan, keamanan, cinta dan harga diri. | Amarah, kemarahan, rasa sakit hati, frustrasi, kecemasan, ketakutan, depresi, keputusasaan, isolasi, dan/atau perasaan terasing. |
Comments