top of page
Search
  • gerejapuriindah

ORANG TUA DAN ANAK

Keluarga merupakan unit dasar yang sangat penting dalam kekristenan, keluarga dipandang sebagai institusi yang dirancang oleh Tuhan sendiri sebagai tempat untuk menyatakan kasih Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kitab Kejadian 2:24, kita menemukan dasar mengenai terbentuknya sebuah keluarga,

"Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." 
-Kejadian 2:24(TB)

Firman ini menjelaskan sebuah pondasi dari sebuah keluarga yang sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan harus dimulai dengan sebuah pernikahan yang kudus. Pernikahan yang kudus dalam kekristenan sendiri bukanlah sekedar pasangan yang diberkati oleh hamba Tuhan, tetapi pernikahan yang memiliki komitmen untuk menjalankan sebuah keluarga dengan prinsip dan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan.


Tuhan telah menetapkan dari semula bahwa sebuah keluarga akan terus menghasilkan keturunan untuk memenuhi bumi ini. Firman Tuhan dalam Kejadian 1:28 mengatakan:

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." -Kejadian 1:28(TB)

Dari sini dapat terlihat dengan jelas bahwa dalam sebuah pernikahan tidak hanya berhenti mengenai hubungan suami dan istri tetapi juga berbicara mengenai hubungan orang tua dan anak. Untuk dapat memiliki keluarga yang berbahagia, prinsip dan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan harus dapat diterapkan oleh mereka semua sebagai bagian dari anggota keluarga.


Alkitab menuliskan beberapa kisah mengenai konflik yang terjadi dalam keluarga ketika nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan tidak diterapkan. Adam dan Hawa, Adam menyalahkan Hawa ketika mereka memakan buah terlarang (Kejadian 3:12). Kain dan Habel, Kain panas hati dan membunuh Habel adiknya karena melihat respon Tuhan yang berbeda terhadap persembahan mereka (Kejadian 4:3-8). Esau dan Yakub, persaingan Esau dan Yakub yang sudah terjadi mulai dari rahim ibunya sampai mereka dewasa (Kejadian 25:19-34). Yusuf dan saudaranya, kasih Yakub yang berpihak dan condong kepada Yusuf membuat ia dibenci oleh saudara kandungnya (Kejadian 37:4). Absalom dan Daud, ambisi dan pemberontakan membuat Absalom menjadikan Daud ayahnya sebagai seorang musuh (Mazmur 3:1).

Perhatikan, dari kisah-kisah tersebut konflik dimulai dari hubungan Adam dan Hawa yang jatuh ke dalam dosa, kemudian hal itu berpengaruh buruk terhadap keadaan anak, cucu dan keturunan-keturunan berikutnya.

Anak adalah cerminan dari orang tuanya, seringkali kita mendengar pepatah yang berkata bahwa buah tidak jatuh jauh dari pohonnya. Jika ingin memiliki anak yang baik, maka harus dimulai terlebih dahulu menjadi orang tua yang baik. Ingat kisah ketika Abraham yang tidak mengakui Sara sebagai istrinya? (Kejadian 12:12-13;20:2), Ishak anaknya-pun melakukan hal yang sama kepada istrinya Ribka (Kejadian 26:7).


Keteladanan orang tua dimulai dari kehidupan pernikahan mereka sebagai suami dan istri.
Kehidupan pernikahan suami istri yang harmonis akan sangat mempengaruhi kebahagiaan dan tumbuh kembang kejiwaan anak-anaknya.

Anak yang sering menyaksikan orang tuanya bertengkar akan menjadi pribadi yang mudah tertekan, cenderung pemalu dan tertutup kepada orang lain, meniru bersikap agresif dan kasar, kehilangan kepercayaan diri, perkembangan akademisnya terganggu, dan memiliki gangguan mental saat dewasa.


Hubungan suami istri yang harmonis bukanlah sebuah hubungan yang tidak pernah mengalami konflik, tetapi sebuah hubungan yang dapat mengatasi dan menyelesaikan konflik tersebut dengan baik. Konflik yang tidak segera diatasi dengan baik bukan hanya dapat menyebabkan ketidakharmonisan dalam sebuah pernikahan, tetapi juga dapat menjadi benih dosa pada masing-masing pribadi, mulai dari saling menyalahkan, saling membenci, perasaan dendam dan saling menyakiti, sehingga pada akhirnya menjadi teladan dan dampak yang buruk untuk anak-anaknya. Biarlah sebagai orang tua dalam menjalani kehidupan pernikahannya dapat menjadi teladan yang baik untuk anak-anaknya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan sikap saling menghormati dan mengasihi sebagai suami istri (Efesus 5:22-33).

Peran orang tua berikutnya ialah mendidik anak mereka. Sesuai dengan Amsal 22:6 yang mengatakan,

“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.” -Amsal 22:6 

Orang tua diharapkan untuk dapat mengajarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Firman Tuhan kepada anak-anak mereka dengan cara membaca Alkitab bersama, berdoa, dan menerapkan prinsip-prinsip kasih Kristus dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat penting untuk segera dimulai dan diterapkan oleh para orang tua demi untuk masa depan anaknya, karena karakter seorang anak sangat berpengaruh dari didikan orang tuanya sejak mereka masih kecil. Tugas ini tidak bisa diwakilkan atau diserahkan kepada orang lain, orang tua tidak boleh mengharapkan anaknya mengenal pribadi Kristus hanya dari sekolah minggu atau gereja saja. Mereka sendirilah yang memiliki kewajiban tersebut, seperti yang rasul Paulus katakan dalam Efesus 6:4 (TB),

“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”
- Efesus 6:4

Namun perlu diingat juga, keluarga yang berbahagia tidak hanya tergantung dari peran orang tuanya saja, sebagai seorang anak pun mereka memiliki peran penting. Salah satu dari sepuluh hukum yang Tuhan berikan ialah

“Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu,” - Keluaran 20:12

Bagaimanakah bentuk penghormatan seorang anak kepada orang tuanya? Hormat bukan berarti anak harus selalu setuju dengan semua pendapat dan pandangan dari orang tuanya, tetapi seorang anak harus menjaga sikap dan perkataannya dalam menyikapi perbedaan tersebut. Jangan sampai sikap dan perkataan seorang anak menyakiti hati orang tua mereka. Seorang anak harus mengingat, meskipun mungkin orang tua mereka tidak lebih baik secara akademis dan tidak lebih baik dalam mengikuti perkembangan teknologi, tetapi mereka memiliki pengalaman hidup yang berharga, baik itu dalam keberhasilan maupun dalam kegagalan mereka. Oleh karena itu Firman Tuhan dalam Amsal 1:8 (TB) berkata,

“Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu.” - Amsal 1:8

Bentuk penghormatan berikutnya yang dapat dilakukam oleh seorang anak kepada orang tuanya ialah dengan memperhatikan keadaan hidup mereka secara jasmani. Tuhan Yesus sendiri menegur kemunafikan orang Farisi dan ahli Taurat, mereka memberikan persembahan tetapi tidak merawat ayah dan ibunya (Matius 15:4-9). Sebagai seorang anak, ia tidak boleh melupakan peran orang tuanya ketika memperoleh kesuksesan dalam hidupnya, oleh karena itu biarlah ia terus memperhatikan keadaan hidup orang tuanya. Namun hal tersebut tentu harus dilakukan dengan skala prioritas yang tepat dan bijaksana ketika seorang anak telah memiliki rumah tangganya sendiri. Apabila orang tua dan anak sama sama melakukan perannya sesuai dengan Firman Tuhan, maka menjadi keluarga yang berbahagia bukanlah sesuatu hal yang mustahil.


Berikut adalah tips-tips sebagai orang tua yang hebat :

  • Berintegritas.

Bertindaklah sesuai dengan ucapan. Berikan perhatian pada komitmen-komitmen yang sudah dibuat dengan anak-anak. Apakah itu komitmen dalam melakukan sesuatu bersama anak-anak atau komitmen dalam memberikan konsekuensi apabila ada aturan yang dilanggar.

  • Jadilah Pembina anak-anak.

Melakukan kesalahan dan mengalami “kegagalan”, kekecewaan dan ketidaknyamanan merupakan pengalaman kehidupan esensial yang memberi kesempatan bagi anak-anak untuk belajar melakukan sesuatu lebih baik.

  • Self – awareness / Keasadaran diri.

Orang-orang yang membangun self-awareness biasanya reflektif tentang persepsi, asumsi, ekspekulasi dan keyakinan mereka. Mereka berupaya untuk memahami pikiran dan perasaan mereka memengaruhi tingkah laku dan pilihan mereka sehingga cenderung lebih empati.

  • Konsisten.

Melakukan apa yang kita katakan dan kita laksanakan dengan konsisten. Jangan membuat aturan atau memberi konsekuensi yang tidak dapat atau tidak akan kita tegakkan. Semakin konsisten kita dengan anak-anak, semakin sedikit mereka akan menguji aturan dan Batasan kita.

  • Luangkan waktu.

Kita sebagai orang tua harus memastikan untuk memberikan waktu hanya untuk

anak-anak. Bila menunggu sampai “menemukan” waktu atau “memiliki” waktu, kita mungkin akan menunggu sangat lama.

12 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page