Bulan Februari 2024 adalah bulan yang sangat menentukan bagi bangsa Indonesia. Secara khusus adalah karena kita akan mengadakan pesta demokrasi yang akan memilih pemimpin baru bangsa ini, yaitu presiden dan wakil presiden, anggota legislatif (DPR dan DPRD), dan juga anggota senat perwakilan daerah (DPD).
Pesta demokrasi 5 (lima) tahunan sekali ini tentu bukan saja dapat menentukan arah dan masa depan bangsa 5 tahun ke depan, melainkan hal ini dapat menentukan masa depan bangsa dalam kurun waktu yang jauh lebih lama, mengingat adanya kebijakan-kebijakan strategis yang akan diambil oleh pemerintahan yang akan datang di dalam kurun waktu 5 tahun ke depan ini.
Pertanyaan yang seringkali muncul untuk kita sebagai orang percaya dan anggota gereja adalah “Bolehkah kita sebagai anggota gereja ikut berpolitik?”.
Dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah ikut berpartisipasi dalam politik kebangsaan, mengingat Pemilihan Umum adalah agenda politik. Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita sama-sama melihat definisi dari masing-masing terminologi. Kata “gereja” di dalam Alkitab Terjemahan Baru 2 pertama kali muncul di Injil Matius 16:18 yang isinya adalah perkataan Tuhan Yesus kepada Rasul Petrus bahwa Ia “akan mendirikan gereja-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”. Kata “gereja” di dalam bahasa Yunani dipakai kata ekklesia. Kata ini berasal dari 2 kata, yaitu ek (yang berarti “keluar”) dan kaleō (yang berarti “dipanggil”). Jadi, “gereja” dapat didefinisikan sebagai “persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar”. Westminster Dictionary of Theology mendefinisikan gereja sebagai “komunitas yang mengakui iman di dalam Yesus Kristus”. Gereja adalah institusi rohani yang langsung didirikan oleh Kristus di atas pengakuan akan kebenaran bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat.
Di lain pihak, kata “politik” juga berasal dari bahasa Yunani politika yang secara harafiah berarti “berhubungan dengan kota-kota”. Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang hidup di abad ke-4 SM mengklaim bahwa politik adalah sebuah studi tentang hukum suatu kota, tindakan yang dilakukan warganya, dan kepemimpinan. Menurutnya, tujuan berpolitik diwujudnyatakan di dalam tujuan pemerintah yaitu untuk memberikan kehidupan yang baik bagi setiap warganya.
Setelah melihat kedua definisi di atas, jadi bolehkah orang percaya “dipanggil keluar untuk memberikan kehidupan yang baik bagi sesama warga negaranya”?
Tidak dapat dipungkiri bahwa kita mungkin sering mendengar perkataan bahwa “politik itu jahat”. Tidaklah mengherankan bahwa akibat dari perkataan ini adalah sikap apatis atau kurang memperdulikan sebagian orang kepada hal-hal politik. Kegiatan politik memang tidak dapat dipisahkan dari partai-partai politik sehingga mereka sering disebut sebagai kendaraan politik. Melalui partai politik inilah, sekelompok orang dengan visi yang sama dapat menyampaikan aspirasi politiknya. Tidak jarang pula anggota masyarakat ada yang menganggap bahwa partai politik dapat memaksakan kehendaknya dengan mengutamakan kepentingan partai daripada kepentingan bangsa. Namun, partai politik adalah organisasi yang sah di dalam sebuah negara demokratis dimana warganya dapat dengan bebas menyampaikan aspirasinya.
Sekarang, mari kita sama-sama melihat apa kata Firman Tuhan tentang berpartisipasi di dalam kegiatan politik? Apakah hal itu diperbolehkan atau tidak? Alkitab mencatat di dalam Perjanjian Baru bahwa setidaknya ada 2 (dua) kelompok besar yang mungkin dapat disebut sebagai partai politik berbasis religius, yaitu Farisi dan Saduki. Bahkan dikatakan bahwa Rasul Paulus berasal dari golongan Farisi (Filipi 3:5), meskipun ia tidak bangga akan statusnya itu, ketika ia sudah mengenal Kristus (Filipi 3:7).
Di tahun 2024 ini, dimana Gembala Sidang kita, Pdt. Dr. Ir. Niko Njotorahardjo, telah mencanangkan bahwa tahun ini adalah “Tahun untuk Bangkit dan Jadi Teranglah” maka sudah sepatutnyalah kita lebih lagi menjadi terang dunia yang berfungsi (Matius 5:14-16). Dr. Bill Bright, pendiri dari gerakan Campus Crusade for Christ, dan Loren Cunningham, pendiri dari gerakan Youth With a Mission, pada saat yang hampir bersamaan menerima sebuah pewahyuan dari Tuhan mengenai bidang-bidang dimana orang percaya harus menjadi terang, yang dikenal dengan sebutan The Seven Mountains of Influence/Ketujuh Gunung Pengaruh. Dalam perkembangan selanjutnya, “Tujuh Gunung” ini dikenal dengan istilah ABCDEFG, yaitu:
Arts and Entertainment - Seni dan Hiburan
Business - Bisnis
Church - Gereja
Development of the Poor - Pelayanan kepada orang-orang miskin
Education - Pendidikan
Family - Keluarga
Government - Pemerintahan
Berdasarkan hal di atas, maka tanpa terkecuali, kita pun sebagai orang percaya sekaligus anggota gereja, harus menjadi terang termasuk di dalam bidang pemerintahan atau politik. Salah satu cara berpartisipasi di dalam bidang politik adalah dengan ikut menyukseskan agenda Pemilihan Umum 2024. Kita perlu mengambil bagian di dalamnya dengan tidak melakukan golput karena merasa apatis. Mungkin di antara kita ada yang berkata: “Ah, saya mah orang kecil. Suara saya gak ada artinya coblos atau tidak”. Ketahuilah bahwa setiap suara kita dihitung dan memberikan sumbangsih bagi kemajuan bangsa Indonesia yang kita cintai ini. Lagipula, dengan ikut ambil bagian dalam Pemilu, berarti kita taat kepada himbauan pemerintah yang merupakan wakil Tuhan di dunia ini (Roma 13:1; Amsal 24:21). Siapa pun yang terpilih di dalam Pemilu nanti, percayalah bahwa Tuhan tetap berdaulat, dan dialah yang terbaik dari Tuhan untuk bangsa ini.
Adapun dalam kerangka berpolitik, sebaiknya yang tidak dilakukan oleh gereja sebagai sebuah institusi adalah berpolitik praktis, yaitu segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dalam pemerintahan serta kegiatan yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum, termasuk di dalamnya berkampanye di dalam acara gereja. Gereja sebaiknya bersifat netral untuk semua orang dan kalangan seperti sifatnya yang sudah didaraskan oleh bapa-bapa Gereja di dalam Konsili Nicea tahun 325 yaitu catholicam atau universal. Namun, sekali lagi ditekankan bahwa setiap anggota gereja mempunyai tugas untuk mengkomunikasikan kebenaran dan keadilan kepada seluruh umat manusia tanpa pandang bulu. Gereja tidak boleh berjuang untuk membangun masyarakat yang eksklusif ataupun berjuang untuk kelompoknya sendiri.
Jadi, berdasarkan uraian di atas, maka kita sebagai anggota gereja perlu mengambil bagian dalam kegiatan politik, secara khusus, dengan berpartipasi dalam Pemilu sebagai bentuk tanggung jawab seorang warga negara yang baik. Bagian kita adalah mengusahakan kesejahteraan kota dan negara (Yeremia 29:7), dimana salah satu caranya adalah dengan menyampaikan aspirasi kita melalui Pemilu.
Dengan demikian, kita pun boleh menjadi terang dunia yang berfungsi. Marilah kita sama-sama menyukseskan Pemilu 2024 untuk Indonesia yang lebih baik.
Comments