top of page
Search
  • gerejapuriindah

Father and Son

Updated: Sep 19, 2023


Shalom Saudara/i, saat ini kita akan membahas mengenai intergen. Pertama-tama, kita harus tahu dulu apakah yang dimaksud dengan intergen? Mengapa pelayanan intergen sangat penting di masa-masa sekarang ini, dan bagaimana kita bisa melakukannya di dalam kehidupan kita.



Intergen merupakan singkatan dari kata “Intergenerasi” yang menurut google artinya adalah mobilitas sosial terjadi akibat hubungan antar generasi seperti anak dan orangtua. Intergen melingkupi keluarga dengan hubungan darah, ataupun keluarga tanpa hubungan darah, misalnya keluarga dengan hubungan darah adalah Abraham, Ishak dan Yakub, sedangkan contoh keluarga tanpa hubungan darah adalah Rasul Paulus dengan Timotius.

Alkitab juga memperlihatkan terjadinya intergen di Perjanjian Lama. Mari kita bisa baca di Keluaran 3:6

“Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub.”

Tuhan menyebutkan tiga (3) nama saat memperkenalkan diri-Nya kepada Musa. Saya sangat yakin bahwa Tuhan bukan tanpa maksud ketika menyebutkan 3 nama sekaligus saat memperkenalkan diri-Nya kepada Musa. Bukankah Dia bisa menyebut hanya sebagai Allah Abraham saja? Mengapa harus menyebutkan diri-Nya sebagai Allah Ishak dan Allah Yakub juga? Saya sangat yakin hal itu terjadi karena ada legacy yang turun dari Abraham sebagai penerima janji yang pertama, di

Kejadian 12:2, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.”

Kejadian 15:5,“Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya. Maka firman-Nya kepadanya: “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.”

Pada Akhirnya, kita tahu bahwa bangsa Yakub diganti namanya menjadi bangsa Israel, dan Yesus lahir dari keturunan bangsa Israel untuk menebus dosa-dosa kita semua. Melalui kisah ini, kita percaya bahwa Allah juga bekerja secara intergenerasi.


Menurut Saya, kalau kita ingin membahas tentang intergen, maka kita perlu mulai untuk membahas tentang keluarga. Saya percaya setiap kita yang membaca artikel ini adalah bagian dari keluarga. Setiap kita dilahirkan oleh ibu kita. Pernahkan kita berpikir mengapa Tuhan menciptakan keluarga? Mengapa Saya dilahirkan di keluarga ini, atau mengapa Saya memiliki ayah atau ibu seperti ini? Mari saat ini, kita sama-sama membahasnya, Saya yakin Tuhan memiliki sebuah rencana yang indah untuk kita semua di dalam keluarga kita.

Ketika Allah menciptakan dunia dan segala isinya, termasuk manusia di dalamnya,

tentu Tuhan memiliki master plan yang sangat baik dan indah, terutama untuk manusia yang menjadi pusat cipataan-Nya. Hanya manusia yang Tuhan jadikan serupa dan segambar dengan Dia, Sang Pencipta, sehingga tidak mungkin Tuhan tidak memiliki rencana yang terbaik atas ciptaan-Nya.


Ada perintah awal yang Tuhan berikan kepada manusia dalam Kejadian 1:28, yaitu

Kejadian 1:28, “beranak cuculah, dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukannlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Melalui ayat di atas, kita tahu bahwa Tuhan ingin agar manusia beranak cucu, dari situlah kita mengetahui bahwa Tuhan menginginkan keluarga yang memiliki keturunan, walaupun kita tahu bahwa tidak semua keluarga dikarunia keturunan pada zaman ini, namun kita bisa melihat di ayat bacaan di atas, Tuhan minta manusia untuk beranak cucu dan ini berbicara mengenai generasi penerus manusia yang harus menaklukan bumi beserta dengan segala isinya.

Mari saat ini, kita lebih fokus pada keadaan di sekeliling kita pada zaman ini. Perhatikan banyak orangtua yang berusaha dengan keras untuk menafkahi keluarganya, kerja dari pagi sampai malam, namun ketika anaknya bertumbuh dewasa, orangtua sangat kecewa karena anak tidak menjadi orang yang sesuai ekspektasi mereka. Mungkin orangtua berharap anak mereka menjadi anak yang baik, taat pada orangtua, mengasihi sesama, bahkan menjadi kebanggaan keluarga dalam studi dan pekerjaan mereka. Namun, seringkali kita juga mendengar setelah orangtua sibuk mencari uang untuk menafkahi keluarga, malah anak-anak mereka masuk ke pergaulan yang salah, selalu memberontak, tidak suka dinasehati, mendapatkan nilai yang sangat buruk di sekolah, dan bahkan ditolak di masyarakat karena kurang beretika atau mungkin bermasalah dengan hukum. Mungkin banyak orangtua yang kecewa dengan kondisi tersebut. Saya yakin tidak ada kata terlambat, buat orang yang percaya dan berharap kepada Tuhan Yesus. Selama kita dan keluarga kita masih bernafas, maka masih ada kesempatan buat kita untuk memperbaiki keadaan kita dan mujizat masih terjadi.

Sering kali, keadaan kita hari ini adalah warisan dari generasi sebelum kita yaitu generasi orangtua kita. Tanpa sadar, apa yang kita lakukan hari ini sebagian besar terpengaruh oleh kondisi masa kecil kita, misalnya kita diperlakukan secara keras dan kasar oleh orangtua kita, maka ketika kita menjadi orangtua kita bisa menjadi orang yang keras dan kasar juga sama seperti orangtua kita, atau sebaliknya kita menjadi orangtua yang lembek dan tidak mau mengoreksi anak-anak kita karena kita takut anak-anak kita mengalami apa yang kita alami di masa kecil. Apa yang kita perlakukan untuk anak kita belum tentu salah dan juga belum tentu benar. Bukankah seringkali kita terjebak dalam situasi yang tidak kita inginkan, misalnya kita ingin memiliki percakapan yang damai dengan anak-anak kita, tetapi berakhir pada perdebatan yang dalam dan berujung mereka menjadi marah dengan kita sebagai orangtua. Untuk itu marilah kita sama-sama belajar apa panggilan Tuhan untuk kita sebagai anak, sebagai orangtua, bahkan bagaimana kita harus bersikap apabila kita belum atau tidak bisa memiliki keturunan secara fisik.


Mari kita lihat salah satu contoh dalam Alkitab, dan kita bisa sama-sama belajar dari kejadian ini. Belajar dari seorang Nabi yang bernama Samuel. Ketika Samuel masih kecil, ia tinggal bersama-sama dengan Imam Eli (1 Samuel 3:1-21). Dengan kata lain, Imam Eli adalah seperti Bapa Asuh bagi Samuel saat itu. Di bawah pengawasan Imam Eli, Samuel bertumbuh menjadi seorang nabi dan Tuhan menyertai dia (ayat 19).

Saat itu melalui Samuel, Tuhan menegur Imam Eli (1 Sam 3:13-14), dan memberitahukan kepada Imam Eli mengenai apa yang Tuhan tidak suka atas perbuatan anak-anaknya dan hukuman yang sudah Tuhan siapkan untuk keturunan Imam Eli. Tentu saja, melalui pengalaman itu, kita yakin Samuel menyaksikan betapa mengerikannya hukuman Tuhan atas generasi yang berdosa akibat orangtua yang tidak dimarahi atau ditegur oleh orangtua mereka (ayat 13).

Apakah Samuel belajar dari kesalahan Imam Eli? (1 Samuel 8:1-21). Dalam ayat 1 dan 2 diceritakan bagaimana Samuel mengangkat anak-anaknya menjadi hakim atas Israel, namun mereka tidak hidup sama seperti Samuel. Anak-anak ini mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan. Dari hal ini kita bisa melihat kegagalan Samuel dalam mendidik anak-anaknya dalam takut akan Tuhan. Hal ini membuktikan, walaupun kita dipakai Tuhan secara luar biasa dan memiliki hubungan yang dekat dengan Tuhan, belum tentu secara otomatis kita pasti berhasil dalam mendidik anak-anak kita.

Karena kelakuan anak-anak Samuel inilah, bangsa Israel meminta seorang raja, dan dalam 1 Samuel 8:7, Tuhan merasa tertolak oleh permintaan bangsa Israel tersebut. Kalau kita melihat kejadian setelah bangsa Israel mendapatkan raja, justru sejak saat itu bangsa Israel mendapatkan kesulitan, dan Tuhan sudah memberitahukannya dalam ayat 11-18. Bahkan kalau melihat dalam Alkitab, apa yang dilakukan oleh raja Israel, sangat menentukan apa yang Tuhan kerjakan untuk bangsa Israel, sampai-sampai bangsa Israel dibuang ke tanah Babel. Bahkan Saya pernah berpikir, kalau waktu itu nabi Samuel berhasil mendidik anak-anaknya dalam takut akan Tuhan, mungkin bangsa Israel belum tentu meminta seorang raja dan memiliki seorang raja, dan mungkin cerita perjalanan bangsa Israel akan berbeda hari ini.

Melalui kejadian ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mendidik anak-anak kita dalam takut akan Tuhan juga adalah sebuah pelayanan yang sangat mendasar yang Tuhan inginkan untuk kita kerjakan dalam keluarga kita sebagai suatu tanggung jawab yang mutlak seperti dalam Ulangan 6:4-9.

Melayani Tuhan bersama-sama dengan generasi di atas dan di bawah kita, sangatlah indah dalam Tuhan, karena ketika kita sama-sama melayani Tuhan maka kita menjadi PIC (Partner in Christ), sekaligus kita belajar dari generasi senior kita, kita juga mengajarkan atau menjadi teladan bagi generasi junior kita.

Kita sangat beruntung menjadi pengikut Kristus, karena Dia sudah memperlengkapi kita dengan semua yang kita perlukan dalam Firman Tuhan yaitu Alkitab. Marilah kita sama-sama belajar dari apa yang Tuhan ingin kita kerjakan dalam generasi kita saat ini. Untuk mengetahui kehendak Tuhan, kita harus mengerti gambar awal ketika manusia diciptakan. Manusia pertama yaitu Adam dan Hawa yang diciptakan tanpa memiliki ayah dan ibu, karena mereka tidak dilahirkan. Hal ini menjadikan Allah Sang Pencipta menjadi seperti “orang tua” mereka. Kita bisa perhatikan dalam Kejadian 2:23-24, digunakan kata ayah (אָב), yang bisa diterjemahkan sebagai bapa secara individual atau Allah sebagai Bapa .


Melalui hal ini, kita bisa belajar mengenai bagaimana Tuhan memiliki komunikasi secara pribadi dengan Adam dan Hawa. Di Kejadian 3:8-24, walaupun Tuhan sudah tahu bahwa Adam dan Hawa sudah melanggar perintahNya, dan Dia juga tahu dengan pasti di mana Adam dan Hawa bersembunyi, namun Dia masih terus bertanya dan berkomunikasi dengan manusia dan tidak langsung menghakimi mereka. Allah masih memberikan kesempatan kepada Adam dan Hawa untuk menjelaskan apa yang terjadi, dan pada akhirnya Allah juga mengajarkan kepada manusia bahwa ada akibat yang harus di tanggung oleh manusia karena segala perbuatannya, yaitu harus bersusah payah mencari rezeki dari tanah, kesakitan ketika melahirkan, dan diusir dari Taman Eden (Kejadian 3:16-24).

Melalui hal ini kita dapat belajar, Tuhan menciptakan kita serupa dan segambar dengan Dia, sehingga sudah seharusnya kita meneladani apa yang Allah lakukan. Kita seharusnya membangun jalur komunikasi, bukan hanya dengan pasangan kita, tetapi juga dengan anak-anak kita. Hal ini sangat penting karena ketika kita gagal berkomunikasi dengan anak-anak kita, maka segala yang baik yang ingin kita kerjakan untuk kebaikan keluarga kita, akan dipandang sebagai hal yang buruk di mata anak-anak kita. Kita bisa melihat bagaimana si iblis mengacaukan maksud Tuhan untuk manusia dengan cara memutarbalikkan maksud dan kata-kata yang diucapkan Tuhan kepada manusia di Kejadian 3:2-5. Mengacaukan komunikasi ini adalah cara yang dipakai oleh iblis dari sejak dunia dijadikan, sehingga kita tidak perlu heran apabila ada kekacauan dalam hubungan antara orangtua dengan anak di zaman ini.

Hal pertama, yang bisa kita lakukan adalah memperbaiki hubungan antara kita sebagai anak dengan orangtua kita, dan hubungan kita sebagai orangtua dengan anak kita. Kalau kita tidak memulai dari sekarang, maka kita tidak akan pernah bisa berharap hubungan kita menjadi lebih baik dengan sendirinya. Memang tidak semua orang memiliki hubungan yang buruk dengan orangtuanya atau dengan anak, namun kita bisa sama-sama belajar untuk sadar dan menjaga hubungan kita menjadi lebih baik. Pertanyaannya adalah apakah kita sadar pentingnya hubungan dalam keluarga? Kalau kita tidak menganggap itu penting, maka kita tidak akan pernah bisa belajar.

Memang setiap kita lahir di keluarga yang berbeda-beda dan kita memiliki orangtua dengan karakter yang berbeda-beda, dan mungkin kita memiliki anak-anak dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda namun ada satu hal yang harus kita ingat, bahwa ada satu janji di kitab Maleakhi 4 ayat 6, “Maka Ia akan membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati anak-anak kepada bapa-bapanya supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah.” Ayat ini berbicara mengenai hari Tuhan yang besar dan dahsyat. Di dalam ayat ini ada konsekuensi yang Tuhan mau katakan yaitu “supaya jangan Aku datang memukul bumi sehingga musnah”. Ternyata hati yang bapa-bapa berbalik kepada anak-anak, dan hati anak-anak berbalik kepada bapa-bapa memiliki nilai yang sangat penting di mata Tuhan.

Kalau kita belajar dari kitab Kejadian 3:8-24, maka kita bisa melihat bahwa Allah selalu bertanya dan mau mendengarkan apa yang manusia katakan. Apakah kita sebagai orangtua mau bertanya dan mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh anak-anak kita? Walaupun kelihatannya sangat sederhana, tetapi banyak sekali orang yang mengalami kesulitan untuk mendengarkan isi hati anak-anaknya. Hal ini juga mungkin terjadi pada diri kita. Kita mungkin lebih suka berbicara dan memberi perintah daripada mendengarkan apa yang anak-anak ingin katakan. Kita harus berusaha untuk bisa duduk dan mendengarkan cerita mereka. Bukan hal yang mudah, tetapi dengan pertolongan Roh Kudus, hal tersebut sangat mungkin untuk dilakukan.

Saat Saya menikah ada satu pesan yang disampaikan oleh pendeta yang memberkati pernikahan kami waktu itu, yaitu harus ada MEZBAH KELUARGA di dalam rumah tangga kami. Hal ini mungkin kelihatan simple dan sering dikhotbahkan oleh banyak pendeta, terutama di khotbah-khotbah pemberkatan nikah. Namun kenyataannya, tidak terlalu banyak keluarga yang mempertahankan Mezbah Keluarga dalam rumah tangga mereka. Menurut Saya, hal ini sangat penting untuk dilakukan. Memang benar, ada banyak tantangan dan halangan untuk melakukannya, namun kalau kita sungguh-sungguh pasti ada jalannya untuk melakukan Mezbah Keluarga ini. Kalau kita berfokus pada kesulitannya, maka kita tidak akan pernah bisa melakukannya karena kita akan selalu punya alasan. Misalnya, ketika punya anak bayi, kita bilang lelah karena harus bangun tengah malam untuk mengganti popok dan memberi makan sehingga bahkan sudah tidak ada waktu untuk diri sendiri. Ketika anak-anak beranjak ke masa toddler atau usia berjalan, kita juga akan bilang mereka tidak bisa diam, jadi sangat sulit untuk membangun Mezbah Keluarga. Lalu ketika mereka mulai remaja, mereka sudah sibuk dengan pelajaran dan kegiatan mereka sehingga kita bilang anak-anak tidak ada waktu untuk Mezbah Keluarga. Apalagi ketika mereka beranjak dewasa, kita lebih punya alasan bahwa tidak bisa melakukan Mezbah Keluarga. Seringkali hal ini juga disebabkan oleh definisi kita mengenai Mezbah Keluarga. Perlu diperhatikan bahwa Mezbah Keluarga bukanlah ibadah hari minggu yang dipindahkan ke rumah. Mezbah Keluarga adalah persekutan kita bersama-sama dengan keluarga kita dengan Tuhan, dan setiap keluarga bisa memiliki cara yang berbeda-beda.

Dengan kita mengusahakan Mezbah Keluarga, kita sedang mengajarkan kepada anak-anak kita bahwa Tuhan adalah yang menjadi nomor satu dalam kehidupan kita, sehingga apapun yang kita lakukan, kita harus berusaha maksimal, tetapi tetap bergantung dan berharap hanya kepada Dia yang menjadi Pemilik, Sumber dan Raja dengan kekuasaan tertinggi atas keluarga kita.

Hal lain yang Saya ingin bagikan adalah suami dan istri harus sering membicarakan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, walaupun kelihatannya sederhana, namun ternyata hal ini membawa dampak yang sangat besar dalam kehidupan keluarga kami. Lalu bagaimana caranya membicarakan Tuhan setiap hari antara suami dan istri? Tentu saja dengan saling menceritakan apa yang didapat dan dirasakan dalam Saat Teduh Pribadi dengan Tuhan. Kalau kita sedang menghadapi masalah dalam pekerjaan atau apapun, Saya biasakan berbicara secara positif dan saling menguatkan lewat kata-kata yang membangun di depan anak-anak. Apabila kita melihat kebaikan Tuhan dalam kejadian sederhana dalam hidup kita, mari langsung ceritakan kepada pasangan kita di depan anak-anak kita. Di umur-umur tertentu, seringkali mereka menggerutu apabila kita menasihati mereka, tetapi mereka justru memperhatikan dan mendengarkan secara diam-diam ketika kita berbicara dengan pasangan kita.

Dalam Ulangan 6:4-9, mengatakan bahwa kita harus memperhatikan dan mengajarkan perintah Tuhan secara berulang-ulang kepada anak anak kita, dan membicarakannya baik di dalam rumah, maupun di dalam perjalanan dan dalam ayat 8-9 dikatakan bahwa perintah Tuhan itu harus diikatkan sebagai tanda di tangan dan dahi, di pintu rumah dan pintu gerbang, artinya apapun yang kita lakukan Tuhan mau kita FOKUS pada perintahnya yaitu mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dan jiwa, dan kekuatanmu, dan itu harus terus ada dalam hati dan pikiran kita, apapun yang kita kerjakan dan bicarakan, baik saat kita kumpul santai di rumah, makan bersama ataupun saat kita dalam perjalanan baik ke sekolah, ke pasar, ke mall, ataupun kita sedang vacation.

Kata “mengajarkan” secara berulang-ulang kepada anak kita di Ulangan 6:7, dalam NIV menggunakan kata “impress them” yang berarti sampai anak kita berkesan, bukan hanya sekedar tahu tetapi sampai benar-benar punya impresi yang dalam. Ayat yang sama dalam terjemahan King James Version, menggunakan kata “And thou shalt teach them diligently”, yang berarti kita harus mengajarkannya dengan sungguh-sungguh, rajin dan tekun. Hal ini menandakan bahwa Tuhan sangat serius dalam hal mendidik generasi yang ada di bawah kita. Tuhan sudah tuliskan dalam Alkitab dan ini sudah menjadi hal yang harus kita perhatikan secara sungguh-sungguh.

Hal terakhir yang mau Saya bagikan dalam artikel ini adalah kesepakatan antara suami dan istri dalam rumah tangga. Menurut Saya apabila suami dan istri sepakat untuk fokus dalam mendidik anak-anak untuk menjadi orang yang takut akan Tuhan, maka hal tersebut sangat mungkin untuk terjadi. Walaupun kita tinggal di tengah-tengah orang yang mungkin tidak mengenal Tuhan, Saya percaya bila ada kesepakatan dalam keluarga bersama dengan Tuhan, maka Tuhan akan menolong kita untuk memampukan kita untuk mendidik anak-anak kita dalam takut akan Tuhan. Memang hal tersebut tidak mudah, bahkan mustahil buat kita, namun kita harus ingat, kalau hal ini Tuhan yang menghendaki, kita boleh minta kepadaNya dan kita harus percaya bahwa kita sudah menerimanya. Kita bisa baca di Yohanes 15:6-8, selama kita tinggal dalam FirmanNya dan kita minta sesuatu untuk memenuhi keinginanNya dan untuk kemuliaanNya, maka Tuhan pasti akan menolong dan kita pasti akan menerimanya.

Lalu ada pertanyaan, apabila kita belum mempunyai anak atau kita telah divonis dokter bahwa kita tidak akan memiliki anak, atau Tuhan memberikan karunia untuk tidak menikah kepada kita, apa yang harus kita lakukan? Saya percaya Intergen bukanlah hanya urusan dalam keluarga secara daging, tetapi keluarga secara spirit atau roh. Kalau kita tahu seorang tokoh Alkitab yang bernama Timotius, maka kita sama-sama tahu melalui 2 Timotius1:1-5 bahwa Timotius adalah cucu dari Louis dan anak dari Eunike yang adalah keturunan secara daging, namun kalau kita lihat di ayat 1, maka kita melihat bahwa Timotius juga adalah anak Rohani dari Paulus.

Kalau kita lihat, sangat indah kita melayani bersama-sama dengan generasi di atas dan generasi di bawah kita. Kita bisa belajar banyak dari pengalaman senior-senior kita dalam perjalanan mereka mengikut Tuhan, dan kita bisa memberikan teladan dan kesaksian bagi junior-junior kita. Saya yakin Tuhan selalu menganggap penting untuk kita menjadi teladan dan mempersiapkan generasi junior kita untuk melanjutkan tongkat estafet pelayanan kita, baik dalam keluarga, pelayanan di gereja, bahkan dalam dunia kerja atau market place.

Kita harus bisa memberikan ruang untuk mereka berbuat kesalahan, namun kita harus berjalan bersama-sama dengan mereka untuk menjadi penasihat dan teladan bagi mereka, supaya mereka bisa belajar dari kesalahan-kesalahan yang sudah terjadi, dan tidak mengulanginya kembali. Bukankan hal itu yang Roh Kudus kerjakan dalam hidup kita? Dia selalu memberi peringatan kepada kita dengan lembut dalam hati kita dan kalau kita berbuat kesalahan, maka Dia akan membantu kita untuk mengerti dan memberi semangat dan kekuatan kepada kita untuk bangkit dan memperbaikinya.

Dalam Alkitab, ada banyak contoh bagaimana mempersiapkan generasi berikutnya, seperti Musa dan Yosua, Elia dan Elisa, Daud dan Salomo, dan masih banyak lagi. Sangatlah penting bagi kita untuk mempersiapkan generasi selanjutnya sebagai bagian dari pelayanan kita hari ini, karena mereka adalah penerus semua apa yang kita kerjakan hari ini. Adalah baik apabila kita melayani bersama-sama dengan generasi senior dan junior kita bersama-sama, karena setiap generasi memiliki hal yang Tuhan sudah tetapkan untuk terus kita lakukan di dalam zaman kita.


17 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page